Pemerintah Diminta Sediakan Kerja Dibanding Revisi UU Ormas Di tengah derasnya wacana revisi Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas), suara publik yang mengemuka justru mengarah ke kebutuhan yang lebih fundamental: penyediaan lapangan kerja. Banyak pihak, mulai dari akademisi, aktivis. Hingga kelompok masyarakat sipil, menilai bahwa prioritas pemerintah seharusnya difokuskan pada pemulihan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, bukan malah berkutat pada revisi regulasi yang potensial mempersempit ruang gerak demokrasi.
Fenomena ini memperlihatkan adanya ketegangan antara agenda politik dan realitas sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat pasca-pandemi. Lalu, apa sebenarnya yang melatarbelakangi desakan ini?
Pemerintah Latar Belakang Wacana Revisi UU Ormas
Rencana Revisi dan Alasan Pemerintah
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri beberapa waktu lalu mewacanakan revisi UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Alasan utamanya adalah untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ormas serta mencegah potensi penyebaran paham radikal, intoleran, dan anti-Pancasila.
Menurut pihak Kemendagri, regulasi yang ada saat ini dianggap belum cukup efektif untuk menertibkan ormas-ormas yang dinilai menyimpang dari nilai-nilai kebangsaan.
Respons Masyarakat Sipil
Namun, respons dari berbagai kalangan terhadap rencana ini cukup keras. Banyak yang khawatir revisi UU Ormas justru memperluas ruang intervensi negara terhadap kebebasan berpendapat dan berserikat yang dilindungi konstitusi.
Alih-alih mendukung, sejumlah kelompok malah meminta pemerintah fokus pada isu yang lebih mendesak, yaitu penyediaan lapangan kerja. Pengentasan kemiskinan, dan pemulihan ekonomi yang masih terseok akibat dampak pandemi dan ketidakpastian global.
Kebutuhan Mendesak: Lapangan Kerja Bagi Masyarakat
Tingginya Tingkat Pengangguran dan Pekerja Rentan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir 2024 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih berada di kisaran 5,3%, dengan lebih dari 7 juta orang belum memiliki pekerjaan tetap. Selain itu, ada jutaan pekerja informal yang rentan kehilangan pendapatan karena minimnya perlindungan sosial.
Realitas ini menciptakan keresahan sosial yang jauh lebih nyata ketimbang isu regulasi ormas. Banyak masyarakat merasa bahwa kesempatan kerja yang layak adalah kebutuhan yang lebih mendesak daripada mengubah undang-undang.
Desakan dari Akademisi dan Ekonom
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Indriani Putri, dalam sebuah diskusi publik menyatakan:
“Stabilitas sosial politik yang sehat hanya bisa dicapai jika kebutuhan dasar warga negara, seperti pekerjaan dan penghidupan layak, terpenuhi terlebih dahulu. Revisi UU Ormas tidak akan menyelesaikan problem kemiskinan dan pengangguran yang semakin nyata di hadapan kita.”
Pandangan ini juga diperkuat oleh lembaga think tank seperti INDEF dan CORE Indonesia, yang menyarankan agar pemerintah mengalihkan energi politiknya untuk mempercepat program-program padat karya, pelatihan vokasi, serta dukungan terhadap UMKM.
Dampak Sosial Jika Lapangan Kerja Diabaikan
Potensi Ketidakstabilan Sosial
Ketika kebutuhan dasar seperti pekerjaan tidak terpenuhi, ketidakpuasan sosial bisa meningkat drastis. Hal ini berpotensi memicu gejolak sosial, termasuk meningkatnya tingkat kejahatan, kriminalitas jalanan, hingga radikalisasi masyarakat bawah.
Artinya, menciptakan lapangan kerja jauh lebih strategis dalam menjaga stabilitas nasional ketimbang memperketat pengawasan terhadap ormas.
Kesenjangan Ekonomi Membesar
Dalam konteks IKN (Ibu Kota Nusantara) dan proyek-proyek besar lain yang digarap pemerintah, ada kekhawatiran bahwa pembangunan fisik lebih diprioritaskan dibanding pembangunan sumber daya manusia. Jika lapangan kerja yang adil dan merata tidak disediakan, kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan miskin akan semakin menganga.
Apa yang Sebenarnya Diinginkan Rakyat?
Fokus pada Program Padat Karya dan UMKM
Masyarakat berharap pemerintah mengoptimalkan program padat karya di berbagai sektor, dari infrastruktur, pertanian, hingga ekonomi digital. Selain itu, mempermudah akses pembiayaan untuk UMKM dinilai jauh lebih penting agar lapangan kerja baru bisa terus tercipta dari sektor informal.
Program seperti Kartu Prakerja, pelatihan keterampilan berbasis digital, hingga subsidi upah untuk sektor-sektor padat karya dinilai lebih berdampak nyata bagi kehidupan rakyat sehari-hari.
Pemerintah: Pendidikan dan Keterampilan untuk Generasi Muda
Selain membuka lapangan kerja, masyarakat juga menuntut adanya peningkatan kualitas pendidikan vokasi dan penguatan pelatihan keterampilan untuk generasi muda. Bonus demografi Indonesia hanya akan menjadi kekuatan jika tenaga kerjanya produktif dan terserap dengan baik.
Pemerintah Prioritas Rakyat Jelas, Bukan Revisi UU Ormas
Di tengah tantangan ekonomi global dan ketidakpastian dunia kerja, apa yang dibutuhkan rakyat Indonesia saat ini adalah kesempatan hidup yang lebih baik, bukan pembatasan baru terhadap kebebasan sipil.
Pemerintah perlu lebih peka membaca aspirasi rakyat. Fokus pada penciptaan lapangan kerja, penguatan ekonomi domestik, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan jauh lebih relevan dan strategis ketimbang menghabiskan energi untuk revisi regulasi kontroversial seperti UU Ormas.